Senin, 09 Februari 2009

Days Before Judgement

iuatu hari ketika aku sedang melakukan perjalanan, di tengah-tengah perjalanan kutemui seseorang dan dia mengaku sebagai filosof besar, beliau sedang mencari inspirasi untuk membuat sebuah maha karya yang sekiranya bisa menggemparkan dunia ini. Ku bertanya dalam hati, siapakah beliau ini? Kuselidiki dan kuperhatikan tingkah lakunya, tapi tetap aku tidak bisa mengenali siapakah dia. Perasaan heran dalam diriku muncul, kenapa di tempat seperti ini, tepat di hadapan saya sedang duduk terdiam seorang filosof yang tidak kuketahui namanya. Tanpa mempedulikan dia karena ku takut mengganggunya, akhirnya akupun pergi saja meninggalkan orang tersebut.
Langkah demi langkah kulalui, tidak tahu ujungnya aku mau kemana, sambil berjalan ku dengarkan lagu-lagu kebangsaan nasional. Agar aku tetap semangat untuk mengingat kisah-kisah perjuangan yang begitu dahsyatnya sehingga perjalananku kali ini menjadi lebih bersemangat. Memang benar, tidak terasa sudah ratusan kilometer kulalui, tentunya dengan beristirahat sedikit-sedikit. Untuk menghilangkan dahaga aku hanya mengandalkan bantuan dari warga sekitar yang kulalui dalam perjalananku, terkadang ada yang mau berbaik hati memberikan aku makan. Walaupun dengan lauk yang seadanya, akupun masih bisa bersyukur karena perut ini masih bisa diganjal dan gratis pula. Karena tidak setiap hari aku berjalan melalui daerah perkampungan, terkadang aku harus bermalam di hutan dan menghabiskan malam itu bersama dengan nyamuk-nyamuk hutan yang terkenal besar-besar dan cukup menggangu. Selain itu udara malam yang cukup dingin juga sangat mengganggu kenyamanan tidurku.
Namanya juga di hutan rimba, terkadang banyak hal-hal aneh yang mesti kuhadapi, mulai dari sergapan binatang buas, sampai makhluk-makhluk metafisik, yang kadang-kadang muncul dan pergi begitu saja. Tapi ku harus tabah, ku harus bisa menemukan jati diriku yang sebenarnya. Mengapa aku pilih perjalanaan ini? Ku hanya ingin membuktikan kepada semuanya kalau aku ini mampu, mampu untuk hidup mandiri dan sanggup bertahan di tengah-tengah hutan yang menyajikan kehidupan yang cukup keras. Kutahu walaupun dalam kehidupan yang lalu aku ini terkenal sebagai anak yang cengeng, tapi aku harus berubah, aku harus buktikan kalau aku ini mampu menjadi anak yang tangguh, yang sanggup membahagiakan kedua orang tuaku. Ku sadar di kehidupanku yang dulu aku telah banyak mengecewakan orang tua bahkan teman-temanku yang lainnya. Aku telah mengkhianati kepercayaan teman-temanku, tapi mereka tetap saja care kepadaku, mereka percaya kalau aku ini adalah orang yang baik. Padahal telah berapa ratus kali aku membodohi mereka. Hidup beginilah adanya, tidak ada yang tahu bagaimana isi hati seseorang. Walupun kita mencoba menebak isi hati seseorang, kita tidak mungkin bisa mengetahui isi hati orang tersebut, itulah kelemahan manusia. Karena yang bisa mendengar isi hati manusia itu hanyalah yang menciptakannya sendiri.
Liku-liku kehidupanku ini sungguh panjang, sehingga akupun tidak sanggup untuk bercerita semuanya kepada kalian semua, karena ini sama saja menceritakan kejelekan sendiri, tapi bagiku tidak apa biar hati ini tidak dilanda rasa bersalah terus terutama kepada orang-orang yang telah aku kecewakan, ku hanya berharap mereka memaafkan apa yang telah aku lakukan kepada mereka.

(cerita ini hanyalah fiktif belaka, tapi sebagian hal-hal yang ku tulis disini berdasarkan kisahku, dan sebagian lainnya hanyalah karangan belaka, biar terasa bumbunya.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar